Senin, 23 Agustus 2021

Abdullah Ibnu Rawahah RA. (Penyair Masa Rasulullah)



Abdullah Ibnu Rawahah ra.
Yang bersemboyan :

Wahai Diri ……..
Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang ……..
Kau Tetap Akan Mati ……..
Walau di Atas Ranjang ..……  

Waktu itu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan bersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari dua belas orang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum Anshar (penolong Rasul). Mereka sedang dibai'at Rasul (diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama Bai'ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi'ar IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai'at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang pada gilirannya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah yaitu Islam. Maka salah seorang dari utusan yang dibai'at Nabi itu, adalah Abdullah bin Rawahah.

Dan sewaktu pada tahun berikutnya, Rasulullah saw. membai'at. lagi tujuh puluh tiga orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang dibai'at itu.

Kemudian sesudah Rasullullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdullah bin Ubay (pemimpin golongan munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.

Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka dengan kepandaian tulisi baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar.

Semenjak ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan Islam dan Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.  

Pada suatu hari, beliau duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: 
"Apa yang anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?"  

Jawab Abdullah: "Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan"

Lalu teruslah ia mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara bebas: 
 "Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia.dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri.  Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka.  Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah mereka henhak menjawab atau membela  Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda,bawa  Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".  

Mendengar itu Rasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: 
"Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".  
Dan sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah berada di muka beliau sambil membaca syair dari rajaznya:  
"Oh Tuhan, kalauIah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah kami akan mendapat petunjuk, tidak akan bersedeqah dan Shalat!  Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang. Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya terhadap kami, biIa mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami tentang".  

Orang-orang Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah.  Penyair Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim yang artinya :  "Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat" (Q.S. Asy-syu'ara: 224)  

Tetapi kedukaan hatinya jadi terlipur waktu turun pula ayat lainnya 
Artinya : "Kecuali orang- orang(penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya" (Q.S. Asy-syu'ara : 227)  

Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi slogan perjuangan :  
"Wahai diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!"  
Ia juga menyorakkan teriakan perang:  "Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan ditemui pada Rasulnya".

Dan datanglah waktunya perang Muktah. Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang ketiga dalam pasukan Islam.  Ibnu Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat meninggalkan kota Madinah. Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya : 
" Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman  Keampunan dan kemenangan di medan perang  Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan  Bertekuk lututnya angkatan perang syetan  Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan. Mati syahid di medan perang…!!"  

Benar, itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang, pukulan pedang atau tusukan tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia…!!  
Balatentara Islam maju bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang, karena menurut kenyataan barisan tentara mereka seakan tak ada ujung akhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya ….!  
Orang-orang Islam melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiam dan sebagian ada yang menyeletuk berkata:  
"Baiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi".  

Tetapi Ibnu Rawahah, bagaikan datangnya siang bangun berdiri di antara barisan pasukan- pasukannya lalu berucap:  
"Kawan:kawan sekalian! Demi Ailah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan Agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Allah ... !  
Ayohlah kita maju ….! 

Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenagan atau syahid di jalan Allah ... !"

Dengan bersorak-sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya tetapi besar imannya itu menyatakan setuju. Mereka berteriak: "Sungguh, demi Allah, benar yang dibilang Ibnu Rawahah.. !"  

Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya.  Kedua pasukan, balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara keduanya.  
Pemimpin yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah. Dikala itu ia memungut panji perang dari tangan kanannya Ja'far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang membanjiri laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini. 
 
Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, Ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru :  

"Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga  Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga. Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati  Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti. Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini  Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!" 
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).  Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!" 

Ia pun maju menyerbu orang- orang Romawi dengan tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Allah, maka naiklah ia sebagai syahid.
Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya : 
"Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku:  Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!"  "Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!"  

Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan ... ! 
Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ...."
Beliau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula".  
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan
kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga"
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….  Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….  Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….  Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula.

Dan penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi :  
"Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke syurga"
Share:

Abdullah Bin Jahsy RA. (Sang Panglima Perang) Bagian 2

Abdullah Bin Jahsy RA. 


Amr ibnul Ash radhiallâhu 'anhu berkisah, 

"Pada suatu hari, aku duduk di Majelis an-Najasyi, Raja Habasyah, lalu masuklah Amr bin Umayyah adh-Dhamari. Pada waktu itu, ia sedang membawa surat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk Raja Habasyah itu. Sesudah ia keluar, aku berkata kepada Najasyi, 'orang itu perutusan musuh kami. Ia yang telah menegangkan situasi dan membuat tokoh-tokoh kami setengah mati. Serahkanlah dia kepada kami, kami akan membunuhnya. Ia gusar sekali atas omongan itu, lalu ia memukul mukaku dengan keras hingga terasa hidungku seakan-akan copot dan mengucurkan darah banyak sekali ke bajuku. Aku merasa terhina sekali di tengah-tengah majelis itu. Rasanya, aku lebih rela mati terkubur dalam tanah daripada menderita malu serupa itu."

Untuk melunakkan amarahnya, aku berkata lagi, 
"kalau aku tahu baginda akan murka seperti ini, aku tidak akan mengajukan permintaan seperti itu".  
"Ya Amr, kau meminta kepadaku supaya aku menyerahkan perutusan orang yang mendapatkan Namus yang maha besar, yang pernah datang kepada Musa 'alaihissalam dan 'Isa 'alaihissalam. Kau meminta aku menyerahkan perutusannya untuk dibunuh?".  

kata Amr selanjutnya, 
"Dalam hati kecilku terjadi perubahan sikap, lalu kataku dalam hati, Bangsa Arab dan Ajam/asing mengenal kebenaran ini sedangkan kau akan melawannya'. 

Aku kemudian bertannya kepadanya, 
"Apakah yang mulia percaya atas hal itu?'.  
'Ya, Aku bersaksi di hadapan Allah, wahai Amr! Percayalah kepadaku, dia adalah benar, dia akan dimenangkan atas orang yang melawannya, seperti halnya Musa 'alaihissalam dimenangkan melawan Fir'aun dan pasukannya'.  
'Apakah yang mulia mau menerima bai'atku masuk Islam atas namanya?'.  'Ya!, ia lalu mengulurkan tangannya membai'atku masuk Islam".  
Abdullah dan keluarganya hidup di negeri Habasyah dalam perlindungan raja yang murah hati itu hingga datang berita yang mengatakan bahwa kaum Quraisy sudah sadar dan masuk Islam, lalu Abdullah dan beberapa orang Muhajirin lainnya kembali ke Mekkah.  
Ternyata, berita Islamnya kaum Quraisy itu hanyalah isapan jempol yang disebarluaskan Quraisy supaya para Muhajirin itu kembali untuk menghadapi siksaan dan penganiayaan yang baru lagi.  
Abdullah dan keluarganya tinggal beberapa saat lamanya di Mekkah hingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengizinkan melakukan hijrah kembali sehingga rumah mereka di Mekkah kosong melompong, tidak ada yang menghuninya. Sesudah Abu Sufyan melihat hal ini, lalu ia menawarkan dan menjualnya. Sesudah berita itu terdengar oleh keluarga Jahsy, Abdullah memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Rasulullah lalu menjawab, "wahai Abdullah! Apakah kau tidak mau Allah menggantimu dengan sebuah rumah yang lebih baik di surga?".  
"Sudah tentu mau," sahut Abdullah bin Jahsy.  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan, "Nah, itu untukmu kelak".  

Sesudah kota Mekkah ditaklukkan, Abu Ahmad, saudara Abdullah bin Jahsy, datang membicarakan lagi soal rumah-rumah keluarga Jahsy yang dijual oleh Abu Sufyan itu, tetapi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengulur-ulur masalah itu. Beberapa orang lalu memberi keterangan,"wahai Abu Ahmad, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak suka membahas kembali kekayaan yang dirampas dari kalian demi karena Allah".  
Sejak itulah, ia tidak mau lagi mengungkit-ungkit soal tersebut.  Abdullah bin Jahsy merupakan komandan pasukan pertama yang dikirimkan ke perbatasan kota Mekkah sehingga menimbulkan kontak senjata dan meninggalnya Amru al-Hadhrami serta tertawannya Utsman bin Abdullah bin al-Mughirah dan al-Hakam bin Kisan, yang menimbulkan kegusaran kaum Quraisy. Mereka berkata: "Muhammad dan kawan-kawannya menghalalkan bulan haram".  
Abdullah mengikuti Perang Badar dan semua peristiwa sesudahnya bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hingga Perang Uhud yang rupanya Allah Ta'ala ingin menguji kaum muslimin. Abdullah bin Ubay, kepala kaum munafiqin di Madinah, kembali ke Madinah di tengah perjalanan dengan 1/3 pasukan, tetapi kaum Muslimin mendesak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk tetap keluar dari Madinah.  
Sebelum perang dimulai, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam duduk di sebuah pondok yang dibikin khusus baginya.  Ummu Salamah datang memberikan daging panggang kepada Rasulullah, lalu dimakannya. Ia lalu memberikan air anggur, lalu diminumnya. Salah seorang yang hadir lalu meminumnya dan sisanya diminum oleh Abdullah bin Jahsy. Salah seorang bertanya kepadanya, "Tahukah kau, kemana perginya minumanmu itu esok?".  
"Ya, aku lebih suka menemui Allah dalam keadaan puas daripada dalam keadaan dahaga," jawabnya seraya berdoa, "Ya Allah, aku mohon supaya aku memperoleh syahadah dalam jalanMu".  
Menurut putera Sa'ad bin Abi Waqqash, ayahnya berkata,"pada waktu itu, sebelum Perang Uhud berkobar, Abdullah bin Jahsy bertanya, 'apakah tidak sebaiknya kami berdoa kepada Allah?".  
Mereka masing-masing berdoa. Sa'ad berdoa,"Ya Allah, kalau kami bertemu musuh esok hari, pertemukanlah aku dengan seorang yang bertenaga kuat dan beremosi tinggi. Saya akan membunuhnya dan merampas miliknya".  
Abdullah bin Jahsy berdoa,"Ya Allah, pertemukanlah aku esok dengan seorang yang kuat tenaganya dan tinggi emosinya. Aku akan membunuhnya karenaMu, lalu orang itu membunuhku, kemudian ia memotong hidung dan kedua telingaku. Apabila engkau bertanya kepadaku kelak, 'Ya Abdullah, mengapa hidung dan telingamu itu?'. Aku akan menjawab, 'Ia dipotong oleh orang karenaMu dan karena RasulMu semata-mata, Ya Allah'. Engkau lalu berfirman,'benar kau, Abdullah' ".  
Selanjutnya, Sa'ad bin Abi waqqash berkata, "ternyata doa Abdullah bin Jahsy lebih baiik dari
doaku. Pada keesokan harinya, menjelang hari berakhir, aku melihat kedua daun telinganya dan ujung hidungnya bergantung dengan seutas tali".  
Begitulah cita-cita dan dambaan pengikut Muhammad berebut maju dalam medan perang, ingin mendapatkan salah satu diantara dua kebaikan; meninggikan kalimat Allah dan memenangkan agamaNya atau mati syahid.  
Ternyata, doa mereka dikabulkan Allah Ta'ala, cita-citanya dipenuhi sesuai dengan firmanNya, "Berdoalah kepadaKu niscaya Aku akan memperkenankan bagimu". (Q,.s. al-Mukmin:60)  

Allah Ta'ala sudah mengabulkan doa Abdullah bin Jahsy radhiallâhu 'anhu dan sudah berkenan menerimanya di sisiNya karena ia sudah menunaikan tugas kewajibannya dengan baik terhadap Tuhan, agama dan Rasulnya. Jadi, fungsinya dinyatakan selesai dan takdirNya sudah jatuh tempo. Akan tetapi, misi Sa'ad bin Abi Waqqash belum selesai, tugas kewajiban yang menantinya masih banyak dan panjang, menunggu penanganannya.  
Seusai Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk menguburkan jenazah pamannya, Hamzah dan Abdullah dalam satu kubur dan memerintahkan Amru ibnul Jumuh dan Abdullah bin Umar bin Haram juga dalam satu kubur karena keduanya kawan karib di dunia.  
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Aku menjadi saksi mereka bahwa tidak terdapat luka di jalan Allah melainkan Allah akan melahirkan kembali lukanya itu berdarah di hari kiamat; warnanya seperti warna darah dan baunya seperti bau misk (kesturi)".  

Sebab Turunnya Ayat  
Menurut keterangan Ahli Tafsir (mufassirin), pada bulan Jumadil Akhir dua bulan sebelum Perang Badar berkobar, kira-kira tujuh belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengirimkan delapan orang Muhajirin dibawah pimpinan Abdullah bin Jahsy dengan pesan,  
"Pergilah kau dengan Asma Allah dan janganlah kau buka suratku ini hingga engkau berjalan selama dua hari. Sesudah menempuh jarak itu barulah kau buka suratku itu dan bacakan kepada kawan-kawanmu. Setelah itu, teruskan perjalananmu sesuai perintahku. Janganlah ada diantara kawan-kawanmu itu yang pergi mengikuti karena dipaksa (terpaksa)".  
Abdullah bin Jahsy berjalan selama dua hari, kemudian ia berhenti dan membuka surat Rasulullah itu.  "Bismillaahr-ahmaanirahiim. Amma ba'du, pergilah kau dengan kawan-kawan yang menyertaimu disertai keberkahan dari Allah hingga kau mencapai sebuah kebun kurma. Dari sana, kau bisa mengintai kegiatan kafilah Quraisy, lalu kau kembali membawa berita mereka".  
Sesudah membaca isi surat itu, Abdullah berkata:"Sam'an wa thaa 'atan, aku mendengar dan
patuh kepada perintahmu", lalu berkata kepada para pengikutnya, "Rasulullah melarang saya memaksa kalian ikut dalam misi ini".  
Rombongan ini berjalan atas perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan dengan perlindungan Allah Ta'ala. Di suatu tempat bernama Bahran, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan kehilangan ontanya. Keduanya pergi mencari ontanya itu hingga tertinggal oleh rombongannya. Abdullah bin Jahsy meneruskan perjalanannya sesuai petunjuk Rasulullah hingga mencapai sebuah perkebunan kurma. Tiba-tiba, mereka melihat kafilah Quraisy dikawal oleh Amru ibnul Hadhrami, Utsman ibnul Mughirah, dan saudaranya; Naufal dan al-Hakam bin Kisan.  
Para shahabat itu bermusyawarah tentang mereka. Salah seorang berkata, "kalau kalian membiarkan mereka pergi malam ini, mereka akan memasuki Tanah Haram dan kalian tidak bisa berbuat apa-apa. Akan tetapi, kalau kalian memerangi mereka, kita ada dalam bulan haram?". Pada waktu itu, mereka ada di akhir bulan Rajab.  
Mereka ragu-ragu dan takut menindaknya. Tapi akhirnya, mereka memberanikan dan memutuskan untuk memeranginya dengan sekuat-kuatnya. Salah seorang dari shahabat itu lalu melepaskan anak panah kepada Amru ibnul Hadhrami dan tewaslah ia seketika. Mereka berhasil menawan Utsman ibnul Mughirah dan al-Hakam bin Kisan, sedangkan Naufal dan saudaranya Utsman, berhasil melarikan diri.  
Menurut keterangan sebagian keluarga Abdullah bin Jahsy, pada waktu itu, Abdullah mengatakan kepada para shahabatnya itu, "Dua puluh persen dari kemenangan yang kita peroleh ini untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan sisanya dibagi diantara kita". Ini terjadi sebelum ketetapan 20% itu dikukuhkan oleh al-Qur'an.  
Sesampainya rombongan di Madinah, Rasulullah bersabda kepada mereka, "Aku tidak memerintahkan kalian mengadakan peperangan di bulan haram", seraya menolak untuk mengambil bagiannya dari hasil kemenangan itu.  
Abdullah bin Jahsy dan para shahabatnya bersedih hati karena telah bertindak di luar perintah. Lebih-lebih, setelah semua shahabat Rasulullah menyesalkan tindakannya itu. Belum lagi kampanye Quraisy yang diembus-embuskan dengan gencar, "Muhammad dan shahabatnya menghalalkan pertumpahan darah, perampasan hak milik dan penawanan orang di bulan haram".  
Sesudah bicara orang dipusatkan pada soal itu, keputusan langit turun untuk mengesahkan dan sekaligus mengukuhkan tindakan Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawannya itu,  
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, 'berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjid Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan, berbuat fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada
membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".  
Ibnu Ishaq berkata, "sesudah ayat tersebut turun, legalah Abdullah dan kawan-kawannya, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mau menerima tawanan dan hasil rampasan perang itu. Setelah itu, datang perutusan dari kaum Quraisy untuk menebus Utsman dan al-Hakam bin Kisan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada perutusan itu, "Kami tidak akan menerima tebusan keduanya hingga shahabat kami datang, yakni: Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan. Kami khawatir, kalian telah menangkap keduanya. Kalau kalian membunuh keduanya, kami juga akan membunuh shahabat kalian".  
Tak lama, Sa'ad dan Utbah datang, lalu Rasulullah menyerahkan kedua tawanan itu kepada perutusan Quraisy itu".  
Al-Hakam bin Kisan kemudian masuk Islam dengan baik dan tinggal bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hingga syahid pada peristiwa Bi'ir Ma'unah. Utsman pulang kembali ke Mekkah dan mati dalam keadaan kafir. Adapun Naufal terjatuh bersama kudanya ke dalam lubang parit (khandaq ) sehingga tewas tertumbuk batu. Kaum Musyrikin meminta mayatnya dengan imbalan uang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Bawalah, karena mayatnya buruk dan tebusannya buruk".  
Renungan  
Di sebelah Baitullah al-Haram, rumah yang Allah jadikan daerah aman dan damai bagi hamba- hambaNya, menyambut doa bapak para nabi, Ibrahim 'alaihissalam , "Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa". (Q,.s. al-Baqarah: 126). Di sana, Asma', ibu Ammar dan Yasir, ayahnya, dibunuh dengan keji dan kejam, bukan karena berdosa tapi semata-mata karena keduanya menyatakan "Tuhan kami hanya Allah".  
Di daerah yang Allah tetapkan sebagai daerah aman dan damai secara mutlak dari semua sengketa, peperangan dan pertengkaran, supaya mereka kembali sadar dan menginsafi apa yang tepat dan benar, hidup bersaudara dan berdampingan di dalam daerah itu, oleh kaum Quraisy dijadikan ajang pembunuhan sekelompok orang yang tiada berdaya dan berdosa.  
Mereka dipaksa keluar dan menyimpang dari agamanya. Mereka dilarang mengikuti pelajaran yang diberikan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.  
Allah sudah menetapkan bahwa daerah Masjid al-Haram dan sekitarnya itu semacam daerah margasatwa, dimana burung-burung bebas beterbangan tanpa rasa takut, dimana hewan, manusia dan bahkan serangga bisa hidup berdampingan secara aman dan damai tanpa rasa takut satu dengan yang lainnya. Mengapa negeri yang telah ditetapkan menjadi daerah aman
dan damai berubah menjadi daerah yang menakutkan dan penuh kengerian. Daerah bebas merdeka itu berganti menjadi daerah perbudakan, dimana kebebasan orang memilih agama dan hak mengamalkan keyakinannya dibatasi dan dihalang-halangi.  
Menyambut seruan agama tauhid yang dikumandangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dicap sebagai kafir dan murtad karena keluar dari agama nenek moyang yang percaya kepada berhala-berhala ; Latta, 'Uzza dan Manat yang dideretkan di sekitar Ka'bah.  
Allah telah menetapkan haram (suci)nya rumah itu sejak Ibrahim dan putranya Ismail 'alaihissalam membangunnya. Sejak saat itulah, Allah telah menetapkan daerah itu aman bagi semua orang dan sekalgus daerah haram mengadakan peperangan dan pembunuhan.  
"(Dan) ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman…". (Q,.s. al-Baqarah: 125)  
Rahmat dan nikmat yang dikaruniakan Alah kepada hambaNya itu oleh kaum Quraisy disulap bagi kaum mustadh'afin di daerah aman dan damai itu. Mereka dikejar dan disiksa, agamanya diejek dan dihina, keluarganya diganggu dan dianiaya.  
Alasan palsu mereka diungkapkan oleh al-Qur'an,  "…jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu niscaya kami akan diusir dari negeri kami…". (Q,.s. al-Qashash:57)  Siapa selain mereka yang mampu melakukan tindak kejahatan di daerah itu? Siapa yang berani melanggar haram Allah seperti mereka?.  
Memang pernah terjadi, Abrahah dengan pasukan gajahnya hendak menghancurkan Baitullah al-Haram itu. Ia dengan sombonnya datang sampai di pinggiran kota Mekkah. Semua nasehat dan peringatan orang tidak diindahkan. Kaum Quraisy tahu apa yang dikehendaki Abrahah. Mereka juga tahu kekeuatan pasukan Abrahah. Maka dari itu, mereka tidak berpikir hendak melindungi Ka'bah dari serangannya. Mereka melarikan diri ke luar kota Mekkah.  
Abrahah kaget melihat sikap kaum Quraisy yang membiarkan kotanya terbuka, tidak dipertahankan sedikitpun. Malah, ia merasa heran ketika Abdul Muththalib, sesepuh kota Mekkah, datang menghadapnya untuk meminta ontanya dikembalikan dan tidak berbicara soal Baitullah sama sekali, hanya menjawab dengan jawaban yang tersohor itu, "onta itu milik saya sedangkan al-Bait itu ada Pemiliknya yang nanti akan melindunginya!".  
Tak salah lagi dugaan Abdul Muthathlib, Tuhan al-Bait itu telah melindunginya dari serangan Abrahah dan pasukannya. Mereka yang hendak berbuat onar, hendak mengeruhkan suasana aman dan damai di daerah haram itu, dihukum.  
"Dan, Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)". (Q,.s. al-Fiil: 3-5). 
 Kepandaian mereka bersilat lidah, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu niscaya kami akan diusir dari negeri kami", langsung dipatahkan dengan firmanNya, "Dan, apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (Q,.s. al- Qashash:57).  
Disamping menjadikan Mekkah sebagai daerah damai, Allah Ta'ala juga menjadikannya bulan- bulan haram sebagai masa-masa damai, tetapi bangsa Arab mempermainkan bulan-bulan itu sesuai dengan selera dan nafsu mereka. Adakalanya dipercepat dengan fatwa pimpinan agama atau kabilahnya yang kuat dari tahun ke tahun.  
Sesudah Islam datang, ia menetapkan dengan tegas bahwa penundaan percepatan, dan perubahan dari ketetapan Allah itu hukumnya kafir, batil dan sesat,  
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkan pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan, Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". (Q,.s. at-Taubah:37) .  
Jelaslah bahwa kaum Quraisy yang pertama merusak kelestarian daerah damai itu. Mereka mempermainkan pantangan pada bulan-bulan itu. Kaum Muslimin dijadikan bulan-bulanan karena agamanya; mereka dikejar-kejar, disiksa, diananiaya, dipecuti, dijemur diterik padang pasir, dan bahkan ada yang dibunuh karena tidak mau murtad dari Islamnya. Mereka lebih suka pergi berhijrah sesudah izin dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkan tanah air tercintanya, meninggalkan semua harta milik yang diperoleh dari hasil jerih payah seumur hidup, demi mempertahankan iman dan tauhidnya.  
Sudah tentu kaum Muslimin akan menuntut balas kapan pun dan dimana pun terhadap gerombolan penjahat yang sesat itu. Tidak heran kalau luapan itu diledakkan oleh pasukan yang dipimpin Abdullah bin Jahsy sehingga menimbulkan korban tewas dan beberapa orang tertawan di kalangan Quraisy, seperti diutarakan di awal pembahasan.  
Oleh kaum Quraisy, kejadian itu dimanfaatkan menarik simpati kabilah Arab dan sekaligus untuk memecah-belah barisan kaum Muslimin. Mereka menghasut bahwa pengikut Muhammad telah merobek-robek kehormatan bulan-bulan haram. Kampanye lihai mereka hampir berhasil memecah-belah barisan kaum Muslimin. Untunglah keputusan langit cepat turun, mengingatkan kaum Muslimin supaya tetap memelihara persatuan dan kesatuannya, dan supaya tidak menganggap remeh tindak-tanduk dan fitnah lawan-lawannya itu.  
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, 'berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (mengahalangi masuk ke) Masjid al-Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan, berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (al-Baqarah: 217) .  
Demikianlah berita wahyu itu mengungkapkan tampang kaum Quraisy yang sebenarnya, bagaimana taktik dan strategi mereka menghadapi kaum Muslimin, mereka akan berusaha sekuat-kuatnya dengan segala cara, legal atau ilegal, halal atau haram, memaksa mereka menjadi kafir kembali.  
Akan tetapi, kehendak Allah sudah menetapkan umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam yang konsekuen menjalankan ajaran agamanya akan dijadikan pemimpin dunia seluruhnya.  
"Dan, demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasulullah (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..". (Q,.s. al-Baqarah: 143).  
Memang secara keseluruhan, mental dan moral jamaah Islam dapat menahan diri dan menghindarkan diri dari godaan duniawi, menyambut dengan patuh titah peritah Allah Ta'ala, tidak melakukan penyerangan terhadap mereka yang telah mengusir keluar dari tanah airnya, yang merampas harta bendanya, dan yang tidak memperkenankan menunaikan manasik haji di Baitullah al-Haram. Mereka merasa gusar dan marah dalam hati atas sikap lawan-lawannya itu, namun mereka harus mampu menahan diri sesuai dengan petunjuk agamanya.  
"…Dan, janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang- halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaNya". (Q,.s. al-Maidah: 2).  

Kaum Muslimin menyambut dengan lapang dada dan sukacita ajaran yang digariskan langit itu. Mereka memelihara persatuannya, memadu kegiatannya, menaburkan bibit kebaikan dan ketakwaan dan menumpas kuman-kuman dan permusuhan. Dalam sekejap saja, dunai menyambut mereka bagai pemimpin dan guru dunia. Akan tetapi, mengapa cucu-cucu mereka kini berpaling hanya menjadi pengekor?. Bagaimana mereka telah menghilangkan landasan hidup yang mereka rintiskan? Allahumma ihdi qaumi. Wallâhu a'lam .

Share:

Mari Berubah