Abdullah Ibnu Rawahah ra.
Yang bersemboyan :
Wahai
Diri ……..
Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang ……..
Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang ……..
Kau Tetap Akan Mati ……..
Walau
di Atas Ranjang ..……
Waktu itu Rasulullah
saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah, menghadapi para
utusan yang datang dari kota Madinah, dengan bersembunyi-sembunyi dari kaum
Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari dua belas orang utusan suku atau
kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum Anshar (penolong Rasul). Mereka
sedang dibai'at Rasul (diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan
nama Bai'ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi'ar
IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai'at merekalah yang membuka jalan bagi
hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang pada gilirannya kemudian, membawa
kemajuan pesat bagi Agama Allah yaitu Islam. Maka salah seorang dari utusan
yang dibai'at Nabi itu, adalah Abdullah bin Rawahah.
Dan sewaktu pada tahun
berikutnya, Rasulullah saw. membai'at. lagi tujuh puluh tiga orang Anshar dari
penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu Rawahah ini pun
termasuk salah seorang utusan yang dibai'at itu.
Kemudian sesudah
Rasullullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka
Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam
membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada
mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdullah bin Ubay (pemimpin golongan
munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi
raja sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha
menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada.
Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik
Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud
jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.
Ibnu Rawahah adalah
seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka dengan kepandaian
tulisi baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian syair-syairnya
meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar.
Semenjak ia memeluk
Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan
Islam dan Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering
beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.
Pada suatu hari, beliau
duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah, lalu
Nabi bertanya kepadanya:
"Apa yang anda lakukan jika anda hendak
mengucapkan syair?"
Jawab Abdullah:
"Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan".
Lalu teruslah ia
mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara
bebas:
"Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh
Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia.dan memberimu keutamaan, di mana
orang tak usah iri. Dan sungguh aku
menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda
dengan pandangan hidup mereka.
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan
persoalan tiadalah mereka henhak menjawab atau membela Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan
ajaran yang anda,bawa Sebagaimana Ia
telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".
Mendengar itu Rasul menjadi gembira dan ridla
kepadanya, lalu sabdanya:
"Dan engkau pun akan diteguhkan
Allah".
Dan sewaktu Rasulullah
sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah berada di muka
beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
"Oh Tuhan, kalauIah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah kami akan
mendapat petunjuk, tidak akan bersedeqah dan Shalat! Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan
diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang. Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya
terhadap kami, biIa mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami
tentang".
Orang-orang Islam pun
sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah. Penyair Rawahah yang produktif ini amat
berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim yang artinya : "Dan para penyair, banyak pengikut
mereka orang-orang sesat" (Q.S. Asy-syu'ara: 224)
Tetapi kedukaan hatinya
jadi terlipur waktu turun pula ayat lainnya
Artinya : "Kecuali orang-
orang(penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah,
dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya" (Q.S. Asy-syu'ara : 227)
Dan sewaktu Islam
terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah ibnu
Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan
Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi
slogan perjuangan :
"Wahai diri!
Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati
juga!"
Ia juga menyorakkan
teriakan perang: "Menyingkir kamu,
hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan
ditemui pada Rasulnya".
Dan datanglah waktunya
perang Muktah. Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang ketiga dalam pasukan
Islam. Ibnu Rawahah berdiri dalam
keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat meninggalkan kota Madinah. Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya :
" Yang kupinta
kepada Allah Yang Maha Rahman Keampunan
dan kemenangan di medan perang Dan
setiap ayunan pedangku memberi ketentuan
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan. Mati syahid di medan
perang…!!"
Benar, itulah
cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang, pukulan pedang atau tusukan
tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia…!!
Balatentara Islam maju
bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah
dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara
Romawi sekitar duaratus ribu orang, karena menurut kenyataan barisan tentara
mereka seakan tak ada ujung akhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya
….!
Orang-orang Islam
melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiam dan sebagian ada yang
menyeletuk berkata:
"Baiknya kita
kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jumlah musuh yang besar. Mungkin
kita dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka
kita patuhi".
Tetapi Ibnu
Rawahah, bagaikan datangnya siang bangun berdiri di antara barisan pasukan-
pasukannya lalu berucap:
"Kawan:kawan sekalian! Demi Ailah, sesungguhnya kita berperang
melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya
jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan
Agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Allah ... !
Ayohlah kita maju ….!
Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenagan atau syahid di jalan
Allah ... !"
Dengan bersorak-sorai
Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya tetapi besar imannya itu menyatakan setuju.
Mereka berteriak: "Sungguh, demi Allah, benar yang dibilang Ibnu Rawahah..
!"
Demikianlah, pasukan terus ke
tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang
berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu
peperangan dahsyat yang belum ada taranya.
Kedua pasukan, balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah
pertempuran di antara keduanya.
Pemimpin yang pertama
Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang
kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh
kesabaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin
Rawahah. Dikala itu ia memungut panji perang dari tangan kanannya Ja'far,
sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam
yang kecil itu, tersapu musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang
membanjiri laksana air bah, yang berhasil dihimpun
oleh Heraklius untuk maksud ini.
Ketika ia bertempur
sebagai seorang prajurit, Ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang,
ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi
panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati
pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas
rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian
ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua
kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru :
"Aku telah
bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga. Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau
kan pasti mati Inilah kematian sejati
yang sejak lama kau nanti. Tibalah
waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!"
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far
yang telah mendahului gugur sebagai syuhada). Jika kamu berbuat
seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!"
Ia pun maju menyerbu orang-
orang Romawi dengan tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah yang menentukan,
bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus
menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari
mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal
perjalananya pulang ke hadirat Allah, maka naiklah ia sebagai syahid.
Jasadnya jatuh
terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha
Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya :
"Hingga dikatakan, yaitu bila mereka
meliwati mayatku: Wahai prajurit perang
yang dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!" "Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda
adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!"
Selagi pertempuran
sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan
mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi
terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya
dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan
rasa duka dan belas kasihan ... !
Seraya memandang berkeliling ke wajah para
shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang
oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya
sampai syahid pula ....".
Beliau berdiam sebentar, lain diteruskannya
ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia
bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula".
Kemudian Rasul diam
lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan
kegembiraan,
ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "Mereka bertiga diangkatkan
ke tempatku ke syurga"
Perjalanan
manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia ……. Mereka maju ke medan laga bersama-sama
……. Dan mereka naik ke syurga
bersama-sama pula.
Dan penghormatan
terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan
Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi :
"Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke
syurga"











